Mulla Sadra dalam konsepnya mengenai “Hukum Ketiadaan” antara lain mengingatkan kepada kita tentang kehidupan setelah kematian kita nanti dari alam dunia. Menurut beliau, adanya hukum “tidak mungkin akan kembalinya ketiadaan” atau “tidak mungkin kembali sesuatu yang tidak ada dari ketiadaan” menunjukkan bahwa wujud hakiki kita ini sebenarnya tidak pernah mati atau tidak pernah mengalami fase ketiadaan. Wujud hakiki ini bukanlah tubuh jasmani dan fisik kita.
Mudahnya, untuk memahami konsep rumit Mulla Sadra tersebut, sebenarnya kalau saja kita mau menyadari bahwa tatkala kita sungguh-sungguh mengenali diri ini, maka kita pasti akan menganggap tubuh jasmani dan apa-apa yang secara fisik kita dapatkan dari panca indra kita semuanya adalah semu belaka, hanyalah tempelan, dan bukan hakikat sejati dari segala sesuatu dalam kehidupan ini. Lalu, mengapa kita menyandarkan kebahagiaan pada hakikat palsu dan wujud yang semu ini?
Ucapan Imam Husein bin Ali lahir dari tauladan ayahnya yang justru menyatakan “memperoleh kemenangan dan kebahagiaan” di pengujung akhir hayatnya yang tragis – ketika seseorang telah berhasil membunuhnya. Sabda Imam Ali bin Abi Thalib yang lain, “Kesedihan adalah separuh ketuaan” merupakan makna lain dari kebahagiaan itu sendiri. Apabila kita tidak merasa bahagia dan terus-menerus merasa dirundung kesedihan, maka kita seperti menghabiskan separuh dari hidup kita dengan sia-sia hanya untuk mencari-cari dan mereka-reka apakah kebahagiaan itu. Untuk apa jauh-jauh pergi dan mencarinya, padahal kebahagiaan itu ada dalam diri kita sendiri.
Mungkin kira-kira begitu semua ini maksudnya. Memang sangat sulit untuk memaknai kebahagiaan itu seperti mereka. Saya sendiri masih belajar untuk bisa memperoleh pencerahan seperti mereka dalam menggapai makna hakiki “kebahagiaan.” sangat sulit ternyata ^__^ kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakan segalanya, itu semua tergantung kepada kita. Luaskan hati untuk menampung setiap kepahitan. Jgn jadikan hati seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu merendam setiap kepahitan dan mengubahnya jadi kesegaraan dan kebahagian.
Aristotle berkata, “Happines itself is sufficient excuse. Trust thyself.”
(Kebahagiaan itu sendiri adalah alasan yang cukup. Percayalah pada dirimu sendiri.”) Maksudnya, bagi saya, adalah baiklah, marilah kita yakin dan percaya diri bahwa kita bisa menemukan kebahagiaan itu – meraih kebahagiaan hakiki – sebab kebahagiaan itu adalah alasan utama kita untuk terus hidup di dunia ini. Bahkan, bukankah kebahagiaan pula yang kita cita-citakan dalam kehidupan setelah alam fana ini? Mudah-mudahan kita semua bisa berbahagia baik di alam ini dan alam setelah ini.
Dengan mengingat kematian, maka orang akan senantiasa mempersiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya. Berbuat baik, beramal sholeh dan beribadah dengan amat sempurna. Karena dia sadar bahwa segala tujuan kehidupan ini adalah bermuara di Akhirat. Dan karena pada dasarnya kita semua hanyalah sekumpulan manusia yang antri di pintu kematian, untuk menyongsong kehidupan selanjutnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

No comments:
Post a Comment